Minggu, 28 November 2010

pengganti bahan bakar solar

Gasifikasi pengganti Bahan Bakar Solar


Gasifikasi Batubara Pengganti Bahan Bakar Solar. Seperti sudah sama-sama kita ketahui harga bahan bakar minyak meningkat dengan pesat. Bahan bakar solar sekarang harganya sudah mendekati Rp 11.000,- (sebelas ribu rupuah perliternya) untuk industri tanpa di subsidi. Jadi beruntunglah kendaraan bermotor (mobil) yg menggunakan bahan bakar solar masih membayar Rp 5.500,-. Mobil saya tuh… panther pakai solar, terimakasih pemerintah ya…
Namun banyak industri kita yang menjerit karena sekarang satu bulan bisa habis uang 100 juta’an hanya untuk membeli bahan bakar solar. Problem ini terutama untuk industri yang menggunakan solar sebagai bahan bakar boiler. Burnernya tiap hari kehausan minta disupply oleh ribuan liter BBM solar. Sakit kepala memikirkan pengeluaran untuk solar ini.
PT Sekawan Utama Internasional karena memiliki expertise di bidang Energi, berinisiatif untuk mengajukan proposal
GASIFIKASI PENGGANTI BAHAN BAKAR SOLAR
Jadi pengeluaran untuk BB Solar yang 100 jutaan bisa reduce jadi… maaf nih tak sombong.. bisa tinggal 25% nya saja (ini hanya sebuah ‘l’orde de grandeur’ pada kenyataannya bisa sangat variatif tergantung kondisi).
Mengapa bisa begitu ?
Karena kita akan menggunakan sistem Gasifikasi Batubara.
Jadi bahan bakarnya adalah batubara (padat) harganya kan murah dong karena Indonesia punya cadangan yang banyakdi berbagai daerah. Sekilonya sekarang kira2 Rp 1.500 – 2000,- (Sorry mungkin harga sudah naik sekarang, ini harga sebelum ribut2 booming batubara gara2 BBM naik pesat). Batubara ini dimasukkan kedalam reaktor dan ditumpuk didalamnya istilahnya unggun diam (fix bed) dibawahnya dikasi pelat dengan lubang2 kecil. Lalu udara ditiupkan dari bawah dengan laju tertentu, dan unggun ini diberi pemanas, lelatu api gitulah kira2. Dia menyala dan merambat kemudian sambil ditiup udara yang merupakan campuran nitrogen oksigen juga karbon moksida dan lain2. Terjadilah gas sebagai produksinya yang dikeluarkan dari pipa disebelah atas. Gas ini jaman dahulu kita kenal sebagai gas kota. Di daerah Menteng Jakarta jaman dulu kita menggunakan gas ini yang dialirkan dalam pipa2 kerumah didaerah elite itu. Apinya kalau dipakai masak di dapur kelihatan biru bersih. Berarti pembakaran sempurna, dan memang itulah proses yang selalu diinginkan dalam pembakaran karena emisinya rendah.
Dan untuk diketahui bahwa bahan bakar batubara ini bukan sesuatu yang mutlak. Dia bisa diganti dengan biomassa lain misalnya sekam, kayu, kulit kayu, tandan sawit tergantung industri anda punya limbah apa. Hampir semua biomassa bisa dipakai dan untuk itu kami perlu pra-studi dulu agar semuanya nanti bisa berjalan lancar.

bahan bakar

TEKNOLOGI AIR LUBRICANT TEKAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA KAPAL


Bodi pada kapal, ternyata menjadi hambatan terbesar kapal yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Besaran gaya gesek yang terjadi pada badan kapal, menyebabkan besarnya gaya hambatan badan kapal.
Balai Pengkajian dan Pengujian Hidrodinamika (BPPH) BPPT sejak tahun 2006 telah melakukan kajian pada kapal SEPHull dengan menggunakan teknologi air lubrication, yang kemudian dinamakan SEPHull Bubble Vessel (SBV). Seperti yang dikatakan oleh Kepala Program Ujicoba Kapal SBV, Totok Tri Putrastyo dalam wawancaranya di Pantai Genjeran, Surabaya (14/07).

"Ide awal menerapkan teknologi air lubrication ini adalah bagaimana agar penggunaaan bahan bakar pada kapal dapat diminimalkan, namun tetap tidak mengurangi kecepatan kapal itu sendiri. Dengan kata lain, kita ingin kapal yang hemat", jelas Totok.

Menurutnya, dengan menggunakan air lubrication, konsumsi bahan bakar dapat ditekan sebanyak 30% dari kondisi biasanya. "Itu hasil yang kami dapat saat uji laboratorium. Nantinya kami mentargetkan agar bisa mencapai hingga 40%".

Dalam uji coba SBV yang akan dilakukan besok di PT PAL, menurut Chief Engineering Program Kapal SBV, Irfan Eko Sanjaja, ditujukan untuk melihat sejauh mana efek air lubrication atau bubble dapat berperan.

Senada dengan Irfan, Totok menjawab bahwa uji kecepatan yang akan dilakukan besok, akan sangat berpengaruh terhadap penilaian keefisiensian kapal. "Kita dapat mengetahui, seberapa cepat dan efisen kapal dengan menggunakan teknologi air lubrication dibandingkan dengan yang tidak", tukasnya.

Diharapkan juga usai pengujian besok, diharapkan akan mendapat hasil adaptasi dan optimalisasi teknologi air lubrication pada prototipe SBV sehingga siap untuk diaplikasikan pada kapal-kapal yang lain. "Selain untuk kapal patroli, SBV dapat juga dipakai untuk keperluan wisata dan kapal penumpang", imbuh Totok.

bahan bakar pesawat

bahan bakar pesawat terbang

Pesawat terbang mempunyai bahan bakar khusus, akan tetapi selidik punya selidik pesawat menggunakan dua jenis bahan bakar yaitu Avgas dan aviation kerosine.
Kegunaan : Seperti juga mobil, pesawat terbang butuh bahan bakar. Energi yang dilepas dipakai untuk menggenjot piston dan turbin agar kendaraan tersebut bisa melaju. Jika pesawat bermesin piston menggunakan aviation gasoline alias avgas, sedangkan pesawat penyandang mesin turbin menggunakan aviation kerosine
Beda dari kedua jenis bahan bakar ternyata ada pada sifat titik didih. Avgas yang sejatinya adalah campuran minyak tanah dengan hidrokarbon cair berkisar antara 32-220° Celcius. Sementara aviation kerosine lebih tinggi, yakni antara 144-252° Celcius.
Pembedaan ini paling tidak muncul sebagai syarat baku lantaran metal ruang bakar mesin punya toleransi beragam terhadap panas hasil pembakaran. Mesin piston, sebagaimana laiknya dapur pacu generasi awal, jauh lebih rentan ketimbang mesin turbin yang terbuat dari metal jenis terbaru. Itu sebab, mesin pesawat DC-3 Dakota yang walau hingga kini masih terbang, misalnya, tetap tak bisa beranjak dari avgas.
Jadi, jika penerbangan jarak jauh ingin dipersingkat, pesawat terbang tak bisa lagi tergantung pada mesin piston. Pemecahannya mau tak mau dengan mesin turbin (turbojet, turbofan, atau turboshaft), yang pada akhirnya menuntut jenis bahan bakar lain yang lebih berenergi. Maka diramulah aviation kerosine.
Namun demikian, sejalan dengan semakin canggihnya mesin turbin itu sendiri, aviation kerosine mengalami beberapa perombakan. Jenis pertama, Jet A, misalnya, hanya cocok digunakan untuk mesin jet generasi awal dengan struktur mesin yang masih sederhana.
Namun, apa boleh buat, avgas semakin ketinggalan zaman karena tak mampu memacu pesawat menerobos batas kecepatan subsonik. Mirip seperti yang dipertentangkan antara mobil rumahan dan mobil balap, yang terakhir ini tentu perlu bahan bakar khusus yang mampu menimbulkan panas lebih tinggi. Kuncinya, seperti diketahui bersama, terletak pada “oktan”.

bahan bakar

beberapa jenis bahan bakar (bbm)
Minyak Tanah
Dikenal juga dengan nama kerosene atau paraffin, yaitu cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar. Nama kerosene diturunkan dari bahasa Yunani keros (κερωσ, wax)
Kegunaan : Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari kerosene dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket.. Kerosene biasa juga di gunakan untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir kecoa. Kadang di gunakan juga sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga seperti pada merk/ brand baygone.
Premium/Bensin/Pertamax
Jenis bensin tersebut biasanya diwakili dengan angka / nilai oktan (RON), misalnya Premium ber-oktan 88, Pertamax ber-oktan 92 dan seterusnya.
Semakin tinggi angka oktan, maka harga per liternya pun umumnya lebih tinggi. Namun belum tentu bahwa jika mengisi bensin ber-oktan tinggi pada mesin mobil/motor kita, kemudian akan menghasilkan tenaga yang lebih tinggi juga. Kesimpulannya semakin TINGGI nilai oktan, maka bensin semakin lambat terbakar (dikarenakan titik bakarnya lebih tinggi). Semakin TINGGI nilai oktan, maka bensin lebih sulit menguap (penguapan rendah)
Pertamax
Kegunaan : Pertamax biasanya digunakan untuk kenderaan high-end atau tahun tinggi. Pertamax pertama kali diluncurkan pada tahun 1999 sebagai pengganti Premix 98 karena unsur MTBE yang berbahaya bagi lingkungan. Unsur MTBE mengakibatkan pencemaran air tanah di Texas, Amerika Serikat.
Keunggulan Pertamax dan Pertamax Plus
Bebas timbal
RON atau Research Octane Number tinggi 92 untuk Pertamax dan 96 untuk Pertamax Plus
Mesin lebih awet karena pembakaran lebih sempurna
Mesin lebih halus karena gejala knocking bisa ditekan (terutama pada mesin dengan kompresi tinggi)
Kelemahan Pertamax dan Pertamax Plus
Harga per liter relatif mahal karena diproduksi untuk kendaraan high-end
Kualitas terkadang tidak sesuai dengan yang dijanjikan (terkontaminasi)
Solar/Diesel
Solar adalah nama yang dikenal di Indonesia sedangkan di luar negeri lebih dikenal dengan nama Diesel. Solar adalah suatu produk akhir yang digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin diesel yang diciptakan oleh Rudolf Diesel, dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering.
Kegunaan : Diesel digunakan dalam mesin diesel (mobil, kapal, sepeda motor, dll), sejenis mesin pembakaran dalam. Rudolf Diesel awalnya mendesain mesin diesel untuk menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, namun ternyata minyak lebih efektif.
Ethanol
Ethanol (disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum.
BBG (Bahan Bakar Gas)
BBG adalah alternative BBM. BBG ini tentunya berbeda dengan LNG (Liquified Natural Gas-gas yang dipakai sebagai bahan bakar di kompor gas), BBG lebih ramah lingkungan, lebih bersih dan diperoleh dari bahan yang lebih alamiah. BBG 90 persennya terdiri dari Metana—di mana tingkat Oktannya lebih tinggi daripada bensin—sehingga membuat mesinnya lebih efisien.
BBG sendiri pembakarannya cukup bersih—hampir menyaingi kendaraan jenis Hybrids yang ramah lingkungan—sehingga sedikit sekali pencemaran yang dihasilkan dari sisa pembakaran.
Meskipun demikian, bukan berarti kendaraan ber-BBG bebas polusi sebab kendaraan jenis ini cenderung menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih banyak bila dibandingkan dengan Hybrid. Menurut satu penelitian, Honda Civic ber-BGG menghasilkan hampir 30 persen gas rumah kaca bila dibandingkan dengan Honda Civic hybrid dalam pemakaian normal.

bahan bakar

Sulap Apel Jadi Bahan Bakar Alternatif

30 Desember 2008 No Comment
Apel ternyata tidak hanya untuk dikonsumsi saja. Buah ciri khas Batu itu kemarin disulap menjadi bahan bakar alternatif oleh Awanto Pribowo. Demo itu dilakukan di hadapan 36 pemuda peserta pelatihan pengembangan energi alternatif yang digelar KNPI Kota Batu. 
apel energi alternatif secara sederhana. (Vandri Van Battu/Malang Post)
Cara pengolahan apel menjadi etanol dan pemanfaatannya sebagai bahan bakar dipaparkan pria yang juga pengurus KNPI Kota itu. Yang lebih unik lagi, selain apel, blimbing, sekam, tetes gula tebu, jamu kunir juga bisa menjadi bahan bakar alternatif.
Untuk mengolah apel menjadi bahan bakar, kata Awanto, harus diawali penggilingan apel. ”Air dari hasil penggilingan apel yang mengandung sari apel itu difermentasi, lalu disuling. Dari proses penyulingan itu menjadi etanol,” jelasnya disela-sela pelatihan yang digelar di Vila Holanda itu. Waktu pengolahannya selama tiga hari.
Awanto mengatakan, dirinya sudah membuktikan penggunaan bahan bakar dari apel itu. “Saya sudah gunakan pada sepeda motor saya. Hari ini saya akan tunjukan kepada peserta pelatihan,” jelasnya sembari mempraktikan cara pengolahan secara singkat.
Untuk diketahui, bahan bakar hasil olahan dari apel itu bagaikan bensin. Baunya menyengat seperti bensin. Warnanya bening. Selain itu sangat peka terhadap api. Begitu ada percikan api, langsung menyala.
Jumlah apel yang digunakan sebagai bahan baku energi alternatif ini cukup banyak. 50 kg apel hanya menghasilkan 2 liter etanol. Karena itu, harga jualnya terbilang masih mahal, yakni 1 liter seharga Rp 18 ribu.
“Karena itu, sekarang yang dibutuhkan yakni mengembangkan atau meriset sehingga biaya pengolahannya murah. Jadi lebih ekonomis,” kata Awanto. Dia berharap, ketika dipaparkan kepada peserta pelatihan yang digelar KNPI kemarin, bisa dikembangkan lagi. “Semoga mereka bisa lebih mengembangkan ini,” sambungnya.
Sementara itu, ketua panitia pelatihan Prasetyo Marhaen Saputro berharap, para peserta pelatihan bisa mengembangkan energi alternatif setelah diperkenalkan dalam pelatihan yang berlangsung dua hari itu.
“Setelah mereka mendapat pembekalan ini, selanjutnya bisa dikembangkan sendiri. Sehingga energi alternatif terus dikembangkan oleh para pemuda di Batu. Sehingga dengan inovasi mereka, bisa menghasilkan energi alternatif yang lebih murah lagi,” kata Marhaen.(van/eno)

bahan bakar alternatif

Blotong Jadi Bahan Bakar Alternatif

Limbah padat yang dihasilkan dari proses pemurnian nira dalam pembuatan gula pasir atau yang disebut blotong ternyata memiliki potensi sebagai bahan bakar. Blotong dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif setelah dibuat menjadi briket.
Hal ini terungkap dalam penelitian Umul Wahyuni dan teman-temannya dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada yang dipresentasikan dalam final Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI), yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Depok, Senin (7/7).
Secara singkat, proses pembuatannya dimulai dengan membuat blotong menjadi gumpalan-gumpalan sebesar kepalan tangan dan dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam kaleng roti dan dibakar. Lalu arang yang sudah dibakar ditumbuk halus dan direkatkan dengan berbagai perbandingan, dicampur kanji, dicetak dan dikeringkan.
Meski demikian, Blotong hanya memiliki kadar karbon sekitar 21 persen. Sebab, blotong merupakan produk sisa dari sebuah proses produksi gula sehingga karbon yang terkandung tidak sebanyak yang terdapat dalam bahan dasarnya.

bahan bakar

Bahan Bakar Alternatif Murah Pengganti Solar: Tinggal Tanam!

Siang hingga petang kemarin, auditorium Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB tampak dipenuhi oleh banyak peneliti ITB, petinggi pemerintahan, anggota DPR, wartawan, peneliti dari LIPI dan universitas lain, dan peneliti dari Jepang. Tanggal 18 Februari 2005, bahan bakar baru yang ramah lingkungan diperkenalkan. Bahan bakar yang dikembangkan oleh para peneliti di ITB dan Mitsubishi Research Institute ini hanya menggunakan minyak hasil ekstraksi pohon jarak atau secara ilmiah dikenal dengan jatropha. Minyak dari biji jarak ini dapat digunakan sebagai pengganti langsung minyak solar yang digunakan untuk mesin diesel.

Pengembangan proyek penelitian ini dimulai tahun 2004, dengan disponsori oleh NEDO, New Energy and Technology Development Organization. Sebagai daerah penyuplai biji jarak, dipilihlah NTT karena memang pohon jarak ini banyak tumbuh liar di NTT. Selama ini, selain tumbuh liar di banyak lahan tidur di NTT, oleh masyarakat NTT, pohon jarak hanya digunakan sebagai tanaman pagar. "Dulu juga sempat menjadi alat penerangan," ujar Frans Lebu Raya, Wakil Gubernur NTT yang hadir, "Biji pohon jarak ditusuk-tusuk seperti sate lalu dibakar." Secara budaya, pohon jarak memang sudah akrab dengan masyarakat NTT. Selain ini, pohon jarak juga diketahui memeiliki daya pengobatan, terutama untuk penyakit kulit, mengurangi rasa sakit, dan obat pencahar. Namun, kehadiran minyak tanah dan solar yang disubsidi membuat masyarakat NTT -dan masyarakat Indonesia keseluruhan- melupakan tumbuhan yang menyimpan potensi besar ini.

Hasil uji kinerja minyak jarak ini memang menakjubkan. Minyak jarak murni (straight jatropha oil) BD 100 akan memiliki kinerja yang sama dengan minyak solar. Pihak pemerintah pusat sendiri, kemarin, antara lain diwakili oleh Dr Yogo Pratomo, Dirjen Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi serta Dr. Luluk Sumiarso, Sekretaris Jentral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, mengungkapkan janji bahwa pemerintah akan membantu pengembangan dan sosialisasi bahan bakar alternatif ini. Hal ini terutama didukung oleh harga produksi minyak jarak yang bersaing dengan harga minyak solar tanpa subsidi. Harga produksi minyak jarak ini maksimum Rp 1000/kg, sementara itu, harga solar tanpa subsidi mencapai Rp 1600/kg. "Yang perlu dipikirkan tentunya tinggal kestabilan suplai minyak jarak ini," ungkap Yogo.

Mindu Sianipar, ketua komisi IV DPR yang salah satu tugasnya mengurus masalah pertanian juga sangat mendukung dan berterimakasih pada para peneliti dari ITB dan Mitsubishi. "Ini bukan cuma masalah bisnis," ujar Mindu, "tapi juga membantu masyarakat desa." Dalam kesempatan ini, Mindu juga berharap penggunaan minyak jarak untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel kapal-kapal nelayan. Hal yang perlu dipikirkan juga adalah payung hukum bagi produk ini. "UU Migas akan membuat Pertamina mengintervensi produk ini," ujar Mardjono, salah satu anggota komisi IV DPR yang lain, "Seharusnya keuntungan produk ini bisa digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin pedesaan."

Penelitian yang dikepalai oleh Dr. Robert Manurung, dari Departemen Teknik Kimia ITB ini merupakan salah satu dari beberapa energi alternatif yang memang dikembangkan oleh ITB "Kami mengembangkan juga bahan bakar alternatif lain. Misalnya biodiesel dan bahan bakar etanol dari singkong," ujar Dr. Iman Reksowardojo, kepala Laboratorium Motor Bakar dan Propulsi, Departemen Teknik Mesin ITB, yang juga salah satu anggota tim peneliti minyak jarak ini.

Menurut Robert, keunggulan utama minyak jarak adalah pengolahannya yang murah dan sederhana. "Mesin biodiesel pun sulit pengoperasiannya," tandasnya, "Instalasinya tidak bisa dilakukan oleh petani. Dengan minyak jarak, tidak perlu ganti mesin, cukup dengan mesin diesel biasa. Ganti saja minyak solar dengan diesel, itu saja."

Satu lagi sumbangan besar dari ITB untuk bangsa terungkap kemarin. Di tengah isu pengurangan subsidi BBM, bahan bakar murah dan ramah lingkungan karya peneliti ITB ini akan memberikan angin segar bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat ekonomi lemah yang tergantung dengan solar, seperti nelayan untuk kapal motornya dan petani untuk penggilingan padinya. Sementara itu, lahan tidur, khususnya di bagian-bagian Indonesia Timur akan dapat difungsikan sebagai daerah budidaya jarak yang teroganisir. Tentunya ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah itu. Tidak perlu menambang lagi. Cukup menanam saja!